Saturday, December 28, 2013

Tentang Impian




Langit mulai meredup ketika Reno dan Marsya duduk diatas sebuah kap mobil jeep Reno yang terparkir di depans ebuah padang rumput di salah satu bukit di sentul. Waktu menunjukan pukul  5.35, tada langit akan menampilkan sandiwara dengan segala warna jingga. Burung-burung menari mengikuti tiupan anggin bersamaan dengan awan yang mulai memudar berganti bias jingga.
Perlahan  rangkulan Reno semakin merapat, mendekap erat tubuh Marsya, ia tahu waktu yang mereka punya tidak banyak. Bahkan mungkin kali ini adalah senja terakhi yang bisa mereka nikmati bersama.

“kamu tau, sehabis senja memberikan kegelapan berjam-jam kemudian ada fajar yang akhirnya memberikan pencerahan. Disanalah pagi diaman semua kehidupan dimulai” ungkap marsya tanpa menoleh ke arah Reno. Ia terus khuyuk memandangi senja di hadapannya. Bias-bias jingga kini mulai menghitam dan berganti gulita.

“Aku akan sangat merindukan senja seperti ini” Marsya kembali berkata-kata, kali ini dengan nada yang lirih. Seolah lidahnya pelu dan tenggorokannya sakit ketika apa yang begitu indah harus ia lepas begitu saja.
Marsya yang baru saja menerima konfirmasi bahwa beasiswanya ke Jerman telah di confirm dan bulan depan ia akan dapat merasakan menjadi salah satu mahasiswi psikologi di negara dimana psikologi lahir. Sudah menjadi impian kebanyakan oang yang mendalami psikologi untuk dapat mencari ilmu di Jerman dan marsya adalah salah satu yang beruntung mendapatkan beasiswa full unuk jenjang master clinical.
Reno terdiam, sepertinya sudah tidak ada kata dalam kamus bahasa indonesia yang dapat menggambarkan perasaanya sekarang. Bahagia, sedih, bangga, kesal semua berkumpul jadi satu. Rasanya ia hanya dapat berharap ada sebuah keajaiban agar waktu berhenti sejenak dan membiarkan mereka berdua menjalani kehidupan normal seperti sebelumnya, kalau permintaanya teralu imposible mungkin Reno hanya berharap bahwa doraemon dan pintu kemana saja bukanlah hanya fiktif belaka.
“selalu ada resiko di setiap langkah dan kali ini aku melibatkan kamu dalam langkahku. Maafin ya Ren” Air mata marsya kali ini turut serta dalam setiap kalimat yang terucap. Pipinya yang tirus kini dibanjiriair mata dan nafasnya mulai tidak beraturan.

Pelukan reno semakin erat, ia sendiri sedih. Teramat sangat! Jika saja Marsya tahu perasaannya sekarang. Seandainya seorang laki-laki yang dianggap superior dan kuat dapat dengan mudah mengeluarkan air mata seperti apa yang perempuan lakukan. Sudah habis airmatanya membanjiri.

“kalau nanti ada perempuan lain yang mennatik hati kamu sebelum aku pulang, kamu boleh hapus semua mimpi kita. Begitupun aku” Marsya berucap lembut sebelum akhirnya ia melepaskan pelukan Reno

 “Well, it’s too late. Ayo anter aku pulang sebelum Papa nyariin” Marsya melepaskan pelukannya sebelum ia terlalu larut terbawa suasana dan semakin tertatih melangkah.
2 tahun kemudian.
Reno duduk di atas Jeepnya, masih memandangi senja di tempat yang sama ketika dua tahun lalu Marsya terakhir kami memeluknya.
Marsya, masih menjadi pemeran utama dalam panggung hidupnya. Masih menjadi tokoh yang selalu ia doakan meski ribuat mil memisahkan.
"Love is not about how many days, months, or years you've been together. Love is about how much you love each other everyday." pikir reno mengutip sebuah quote.



diikutsertakan dalam #FF2in1 pertama dalam @nulisbuku


credit :
Picture taken here

No comments:

Post a Comment