Saturday, December 28, 2013

Tarian Hujan



 

“Sammer, bangun nak” Ibu yang baru saja membuka gordyn biru yang menutupi sebuah jendela besar di kamar Sammer membelai putri sematawayangnya penuh kasih. Sammer namanya, diambil dari bahasa inggris ‘Summer’ yang artinya musim panas. Harapannya ketika Tuhan meniupkan nafas pada putri kecilnya adalah agar hidupnya kelak seindah musim panas.
Tapi hidup selalu memiliki cara untuk memberi warna, semenjak ayahnya meninggal setahun yang lalu saat musim panas,  Sammer hampir mengurung diri di dalam kamarnya. Kembali khusyuk dengan berbagai buku bacaannya dan mencintai hujan. Baginya, hujan memberikan kesejukan dan menghilangkan rasa haus akan kenangan tentang ayahnya.
“Bu, Sammer nggak masuk sekolah ya. Diluar terlalu panas” ucapnya ketika melihat langit biru menghiasi jendela besar di hadapannya.
Ibu tertawa “kamukan bukan Vampire, kenapa haru takut matahari sih”
Dengan enggan Sammer berjalan menuju halte dekat rumahnya, untuk sampai ke sekolahnya ia harus menumpang sebuah bus yang setiap hari berlalulalang di sana. Cuaca cerah yang tadi pagi sempat membuat Sammer kesal akhirnya berubah menjadi mendung. Langgit biru berubah menjadi awan mendung dan angin. Meskipun Sammer menyukai hujan, bukan berarti ia berharap kehujanan untuk sampai kesekolah.
Sesuai dugaannya, hujan yang semula gerimis berubah menjadi butiran yang lebih deras. Lebih deras sampai akhirnya sangat deras. Sammer duduk menepi agar tidak kehujanan. Motor-motor yang semula mengabaikan kini ikut menepi dan melindungi diri dari serangan hujan.
“Sam” sebuah suara yang familiar sampai ke telinga Sammer
“Ibu?” Sammer menoleh ke Sumber suara.
Ibu tengah melambaikan tanggan sambil membawa sebuah payung pink milik Sammer tidak jaug dari halte. Dengan sigap Sammer berlari menerobos hujan menghampiri Ibunya.
“Kok Ibu kesini?” tanya Sammer.
“Mari kita menari tarian hujan!” ucap Ibu bersemangat.
“Maksudnya?” tanya Sammer tidak mengerti.
“Ibu kira, musim yang terbaik adalah musim panas. Makanya Ibu kasih nama kamu Sammer. Peuh keceriaan dan warna. Ibu benci hujan yang melankolis dan dingin. Tapi, hari ini ibu sadar, nggak semua yang berwarna abu-abu itu suram seperti awan mendung. Selalu ada pelangi sehabis hujan reda. Jadi, mari kita tarikan tarian hujan agar hujan reda dan pelangi muncul!” jelas Ibu sambil tersenyum dan mulai memutar-mutar payungnya yang bermotif pelangi sehingga tampak seperti busaran warna. Indah.
Sammer terperangah dan mengikuti mearikan tarian hujan.


Diikutsertakan dalam #FF2in1 dalam @nulisbuku
Picture taken here

No comments:

Post a Comment